Langsung ke konten utama

Postingan

Nasihat yang Tersirat

Kakak Baik Ku kira dia benci padaku. Ku kira dia bakal marah karena respons yang kuberikan atas cerita pedihnya. Ku kira dia akan mengutukku atas kelancanganku meminta nya untuk terus berusaha melangkah walau sesulit apapun itu tanpa memikirkan bagaimana pandangannya terhadap semua ketakutannya dan hal-hal yang ia dengar dariku.   Kakak baik itu ternyata masih ingat padaku. Kakak baik itu ternyata sangat rendah hati memaafkan aku yang mungkin terkesan tidak sopan waktu itu. Kakak baik ini sama sepertiku, hanya berusaha mengingatkan kembali, apa yang terbaik dari diri masing-masing kami yang seringkali terlupa saat cemas itu melanda. Bukankah untuk melihat diri kita sendiri kita butuh mata orang lain? Saat mata kita terlalu buram untuk melihat pantulan diri sendiri di depan cermin.  Saat kami diam-diam menangis dan mempertanyakan, kapankah Allaah berkenan mengurangi rasa sakitnya? Kapankah kami bisa sembuh?  Tapi belum pernah keluar dari bibirnya waktu itu, "kenapa harus aku yang m
Postingan terbaru

Mencari Tepi

 Mencari Tepi Kumpulan Puisi, Menjelang Bangun oleh : rumahdalamkepala Tuan, apa itu tidur? Mataku tak bisa berhenti melihat cahaya terang di sampul-sampul buku. Nyenyak nian manusia abad lalu. Apakah tidur di atas kertas seabadi itu? Tuan, apa itu tepi? Serupa matamu melirik ke luar jendela? Atau seperti mataku yang menelisik namamu di di pinggiran kota? Tuan, apa enaknya tenggelam dalam bacaan? Tidakkah kau ingin tangan kita saling menggenggam,  Menyusuri jalan-jalan, Juga, jika boleh sekalian dengan kehidupan?

Ruang Sunyi

  Ruang Sunyi Kumpulan Puisi, Menjelang Bangun oleh : rumahdalamkepala Di dalam diriku, telah terlukis sepi. Warnanya amat terang, seolah ada untuk menyembunyikan diri.  Lalu kau datang, menjejak langkah di sebuah ruangan.  Menggoreskan namamu sebanyak yang kau mau, hanya agar kau tahu pernah ada kau di sana.  Kau beri warna berbeda. Berharap aku tidak hanya melihat warnaku saja.  Dan kau pergi. Tak hanya kau. Warna itu juga ikut lenyap. Goresan itu juga ikut menghilang.  Semua itu dirimu. Dan ketika kau hilang, segalanya ikut hilang. Seberapa banyak pun kau lukis warna pada kanvas hidup orang lain, ternyata tak mengubah apa-apa. Kau kah yang berharap aku membunuh sepi yang kau punya? Sayangnya semua orang punya ruang sunyi untuk dirinya sendiri. Untuk itukah kau akhirnya pergi? Mencari raga yang membunuh sepi? Padahal sepi sudah abadi. Atau kau hanya ingin membunuh dirimu berkali-kali, lagi?

Hanya Kau

Hanya Kau Kumpulan Puisi, Menjelang Bangun oleh: rumahdalamkepala Aku tidak pernah melihat lengkungan bulan seperti senyummu. Karena bulan, punya senyumannya sendiri begitu pula senyum kau. Pohon-pohon yang berganti jadi kaca-kaca jendela para pekerja kantoran juga memiliki masa lalu yang indah untuk dikenang. Tapi usia mereka tidak lebih panjang dari usia bulan.   Aku tidak pernah melihat wajah kau ada di banyak wajah. Orang-orang memiliki wajahnya sendiri-sendiri. Cerminan dari rasa sepi, rasa sendiri, juga jutaan rasa yang Tuhan beri. Begitu pula wajah kau. Satu-satunya yang ingin kusimpan. Yang tidak ingin kulihat di tempat lain. Selain ruang kedap suaraku. Ruang dimana hanya ada kau.

Meminta Usia Malam Sedikit Lebih Panjang

  Meminta Usia Malam Sedikit Lebih Panjang  Kumpulan Puisi, Menjelang Bangun Oleh : rumahdalamkepala Aku butuh malam memanjangkan umurnya hari ini. Aku ingin ibuku istirahat lebih lama. Memandangi mereka berdua duduk bercengkrama dengan aroma kopi bersama, ayah. Aku butuh lampu-lampu dipadamkan. Dimana ribuan kisah akan mulai menyala sebagai gantinya. Kadang cahaya yang terang juga punya kisah yang muram. Dimana orang-orang memilih menyalakan televisi dan membiarkan hidup kian tak terisi.   Aku ingin malam memanjangkan umurnya kali ini. Sinar bulan menjelma suar menunjuk ke arahmu, yang terlalu lama berbaring di keningku. Aku ingin menanggalkan segala kenang. Hanya ingin memelukmu sebagai tempatku harus pulang.  "Jangan pergi!" Kata itu selalu menggantung hati-hati. Tapi tak pernah bertemu tuju. Karena aku tidak pernah tahu siapa sebenarnya kau.   Aku ingin malam semakin redup. Agar perasaan-perasaan padamu kian hidup.   Merona merah jambu pada pipiku, seperti buah naga yang

BAHASA KERTAS

"A yo! Buruan!" Teriaknya dari seberang jalan. "tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin" Suara klakson motor itu memang menyebalkan sekali. Aku tergopoh memasang sendal hitamku yang baru mengkilat. Biar bagaimanapun lusuhnya sendalku, tetap tidak boleh nampak kotor agar aku bisa tetap nyaman memakainya. Langkahku yang sedikit berlari ikut menyusuri jalanan. Dia di seberang sudah tertawa terpingkal-pingkal. Dasar makhluk satu itu. "Ngapain aja sih? Lama bener. Liat nih, aku udah kumisan nungguin kamu." "Yee emang kamu udah tua. Malah nyalahin aku." Tidak ada pembicaraan setelahnya. Dia selalu membiarkan aku diam. Itu yang paling kusukai darinya. Begitu caranya menganggapku istimewa. Begitu cara kami menghabiskan waktu bersama. Tidak perlu banyak kata. Hanya cukup di dekatnya saja. Dia tahu bahwa aku sulit menjelaskan sesuatu, sekali pun aku tahu dia pendengar yang paling baik. Tapi selama dia mengerti apa yang sebenarnya aku kataka

Aku Merasa Kesepian Tiap Kali Dia Memelukku | Sajak oleh Warsan Shire ||...

Semoga kalian suka. 😊